Definisi Loyalitas Merek dalam Komunikasi Pemasaran – Berkaitan dengan hal ini, Jacoby dan Keyner (1973) mencoba menawarkan konseptualisasi definisi loyalitas merek. Loyalitas merek diekspresikan dalam enam bentuk kondisi, masing-masing yakni: bias (nonrandom), mengandung respon keperilakuan (behavioral response), lintas waktu (overtime), dilakukan oleh suatu unit pengambil keputusan, dilakukan dalam konteks keanekaragaman merek, dan merupakan fungsi proses psikologis. Keenam bentuk kondisi atau kriteria ini dipandang perlu dan mencukupi untuk melakukan pendefinisian loyalitas merek.
Dalam pengertian ahli lain, Mowen dan Mirror (1998) dalam Dharmmesta (1999) menggunakan definisi loyalitas merek dalam arti kondisi dimana konsumen mempunyai sikap positif terhadap sebuah merek, mempunyai komitmen pada merek tersebut, dan bermaksud meneruskan pembeliannya di masa mendatang. Boulding et al (1993) dalam Dharmmesta (1999) juga mengemukakan bahwa terjadinya loyalitas merek pada konsumen itu disebabkan oleh adanya pengaruh kepuasan atau ketidakpuasan dengan merek tersebut yang terakumulasi secara terus menerus disamping adanya persepsi tentang kualitas produk.
Bagaimana membuat konsumen lebih loyal merupakan salah satu pertanyaan penting para pemasar. Periklanan dan loyalitas merek diketahui mempunyai hubunga menguntungkan yang terpisah. Periklanan dapat digunakan untuk membangun citra jangka panjang bagi suatu produk, dan di sisi lain mempercepat penjualan. Periklanan dapat secara efisien menjangkau berbagai pembeli yang tersebar secara geografis.
Baca pula : Kekuatan dan Nilai Merek dalam Komunikasi Pemasaran
Periklanan dapat dilakukan melalui berbagai media seperti televisi, majalah, koran, dan radio yang akan dapat menjangkau daerah-daerah yang terpencil. Bentuk periklanan tertentu dapat dibuat dengan anggaran yang kecil. Periklanan mungkin memberikan pengaruh kepada konsumen. Konsumen mungkin percaya bahwa merek yang diiklankan pasti menawarkan “nilai” yang lebih baik. Merek yang diiklankan biasanya juga akan lebih mudah dan sering diingat oleh konsumen.
True brand loyalty dapat dikonseptualisasikan sebagai sikap berdasarkan perilaku brand loyalty. Spurious loyalty dapat didefinisikan sebagai pembelian ulang dengan sedikit atau tidak ada sikap brand loyalty. Jooyoung Kim, Jon D. Morris, dan Joffre Swait (2008) membangun riset untuk membedakan antara true dan spurious loyalty dan ditujukan melakukan studi untuk membangun sebuah model yang menjelaskan proses psikologikal pembentukan true brand loyalty.
Loyalitas merek bisa didefinisikan sebagai sikap menyenangi terhadap suatu merek yang direpresentasikan dalam pembelian yang konsisten terhadap merek sepanjang waktu (Sutisna, 2003). Terdapat dua pendekatan yang digunakan untuk melihat loyalitas merek ini. Pertama adalah pendekatan instrumental conditioning dan kedua adalah pendekatan yang didasarkan pada teori kognitif.
Pendekatan instrumental conditioning memandang bahwa pembelian yang konsisten sepanjang waktu adalah menunjukkan loyalitas merek. Perilaku pengulangan pembelian diasumsikan merefleksikan penguatan atau stimulus yang kuat. Jadi, pengukuran bahwa seorang konsumen itu loyal atau tidak dilihat dari frekuensi dan konsistensi perilaku pembeliannya terhadap satu merek. Pengukuran loyalitas konsumen dengan pendekatan ini menekankan pada perilaku masa lalu. Pendekatan ini mengandung kelemahan, karena berdasarkan pada perilaku masa lalu. Padahal loyalitas juga berhubungan dengan estimasi perilaku pembelian masa mendatang.
Pendekatan yang didasarkan pada teori kognitif menjelaskan bahwa loyalitas menyatakan komitmen terhadap merek yang mungkin tidak hanya direfleksikan oleh perilaku pembelian yang terus menerus. Konsumen mungkin sering membeli merek tertentu karena harganya murah dan ketika harganya naik maka konsumen akan beralih ke merek lain.
Pendekatan behavioral menekankan bahwa loyalitas dibentuk oleh perilaku, dan oleh karena itu perilaku pembelian berulang adalah loyalitas. Perdebatan mengukur loyalitas sampai sekarang belum berakhir. Namun demikian terdapat beberapa karakteristik umum yang bisa diidentifikasi apakah seorang konsumen mendekati loyalitas atau tidak. Assael (2004) mengemukakan empat hal yang menunjukkan kecenderungan konsumen yang loyal sebagai berikut:
- Konsumen yang loyal terhadap merek cenderung lebih percaya diri terhadap pilihannya.
- Konsumen yang loyal lebih memungkinkan merasakan tingkat risiko yang lebih tinggi dalam pembeliannya.
- Konsumen yang loyal terhadap merek juga lebih mungkin loyal terhadap toko.
- Kelompok konsumen yang minoritas cenderung untuk lebih loyal terhadap merek.
Konatif (niat melakukan) dipengaruhi oleh perubahan afek terhadap merek. Konasi menunjukkan suatu niat atau komitmen untuk melakukan sesuatu ke arah suatu tujuan tertentu. Loyalitas konatif merupakan suatu kondisi loyal yang mencakup komitmen mendalam untuk melakukan pembelian.
Baca pula: Arti Penting Merek dalam Komunikasi Pemasaran
Untuk melengkapi runtutan loyalitas, satu tahap lagi ditambahkan pada model kognitif-afektif-konatif, yaitu loyalitas tindakan. Dalam runtutan kontrol tindakan, niat yang diikuti oleh motivasi, merupakan kondisi yang mengarah pada kesiapan bertindak dan pada keinginan untuk mengatasi hambatan untuk mencapai tindakan tersebut. Jadi, tindakan merupakan hasil dari pertemuan dua kondisi tersebut. Tindakan mendatang sangat didukung oleh pengalaman mencapai sesuatu dan penyelesaian hambatan. Hal ini menunjukkan bagaimana loyalitas itu dapat menjadi kenyataan, yaitu pertama-tama sebagai loyalitas kognitif, kemudian loyalitas afektif, dan loyalitas konatif, dan akhirnya sebagai loyalitas tindakan.
Demikian uraian definisi loyalitas merek dalam komunikasi pemasaran. Semakin loyal suatu konsumen terhadap suatu merek akan menunjang keberhasilan pemasaran perusahaan.